Pak AR Fachruddin - Mulai dari Memahami Muhammadiyah, Lalu Menggerakkan dan Kemudian Menekuninya
I. TENTANG PAK AR
K.H. Abdul Rozak Fachruddin, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1968-1990)
(Ditulis oleh Padmawisastra, pensiunan pegawai Jawatan Purbakala Prambanan
Dimuat dalam Surat Kabar Minggu Pagi No. 36 tahun 1968).
- Meneruskan cita-cita KHA Dahlan: “Mengkiyaikan kaum intelek dan mengintelekkan kaum Kiyai”.
- “Muhammadiyah tidak mempunyai musuh, Muhammadiyah untuk semua manusia”
- Sabar-aktif, senyum ikhlas, evolusi, tidak senang force”
- Paling dikenal dengan panggilan Pak AR, humornya selalu membuat marem pendengarnya.
- Pernah dilempari batu, berpuluh kali difitnah, menjulang karena autodidaknya.
SORE HARI saya datang ke rumah beliau (di kampung Kauman Yogyakarta, peny.). Baru ancang-ancang untuk “menyelundupkan” pertanyaan-perta-nyaan, mendadak tamu datang.
Kami berjabat tangan. Tamu duduk. Pak AR menanyakan namanya, pekerjaaan, sekolah atau alamatnya. Keperluannya. “Kalau Pak AR tak berhalangan”, kata tamu, “kami mengharapkan Pak AR bisa memberikan pengajian di fakultas kami”.
Kemudian ditanyakan hari, jamnya, tanggalnya. Lalu, dengan tersenyum Pak AR berkata: “Wah, minggu ini saya ke Banjarmasin, jadi ….
Jadi Pak AR tidak bisa memberikan pengajian di fakultas itu. Si tamu kecewa. Dan, karena Pak AR tahu hal itu, maka Pak AR menjanjikan dalam kesempatan lain akan memenuhinya.
Tamu kemudian pergi.
Dan saya membetulkan duduk, agar lebih relax. Tapi begitu saya mulai bicara, begitu pula terdengar: “Assalamu’alaikum”.
Tamu lain masuk pula: dari FKSS. Fakultas Keguruan Seni dan Sastra. Tujuannya sama dengan tamu terdahulu. Dan hasilnya juga sama: kecewa karena Pak AR harus pergi ke Banjarmasin.
Menjelang Maghrib tamu pergi. Idem ditto, saya yang segera pergi ke Masjid Besar Kauman.
Ketika saya kembali, di dalam sudah ada dua orang tamu. Segera pula saya ketahui maksudnya: seperti kedua tamu yang terdahulu. Dan saya segera bisa mengambil keputusan: tentu kecewa juga.
Benar. Ketika Pak AR keluar pintu tengah, menemui dan bicara dengan kedua tamu, persis sudah dugaan saya…. Kecewa.
Agak lama kedua tamu itu omong-omong dan bicara soal keagamaan dalam hubungannya dengan masyarakat. Kemudian tamupun pergi.
Setengah jam kira-kira saya punya kesempatan bicara, ketika tamu yang keempat datang dan dengan maksud yang sama pula dengan hasil yang sama pula; kecewa karena Pak AR tidak bisa memberikan cera-mah atau pengajiannya.
Begitulah sibuknya Pak AR, orang yang kita tokohkan kali ini. Sibuk menerima tamu, undangan-undangan untuk ceramah, rapat. Sibuk pergi ke Surabaya, Semarang, Purwokerto, Yogya, Sala. Sibuk ke kampung Kadipaten, Suronatan, Ngasem, Bausasran, dan lain-lain. Sibuk memberikan kuliah di fakultas anu, memberikan ceramah dalam malam penutupan atau pembukaan gedung, madrasah, musholla. Memberikan pengajian di depan 20 atau 25 orang. Di depan ratusan atau ribuan mu’tamirin-mu’tamirat. Atau dalam kuliah subuh di Masjid Besar Kauman atau Masjid Syuhada’.
Sibuk bertabligh. Sibuk mengurus Muham-madiyah. Sibuk self-upgrading.
Maka, kalau kita ingin mengetahui siapa Pak AR, paling bijaksana ialah kalau kita menanyakan kepada orang-orang yang sering bertemu dengan Pak AR. Atau orang yang kerap mendengarkan ceramah atau pengajiannya. Atau orang-orang dekat beliau.
“Alus sanget” kata Pak Djumadi, Kepala TU MP kita ini, yang sekaligus jadi anggota DPR-DGR DIY dan aktif dalam lingkungan PP Muhammadiyah.
Pak AR pernah mendapat fitnah yang –apabila dihadapi oleh orang yang tak teguh agama dan imannya—akan menjadikan bentrokan atau perse-lisihan tajam. Tapi Pak AR menanggapinya secara “damai”, kata Pak Djumadi. Maksudnya, fitnah itu tidak begitu dipedulikan oleh Pak AR. Sebab Pak AR percaya seratus persen sampai ke tulang sungsumnya, bahwa Allah Maha Kuasa. Allah Maha Melihat dan Mengetahui. Dan … tentu menolong hamba-Nya!
Keyakinan seperti itu bagi Pak AR sudah mendalam. Mendarah daging. Menulangsungsum. Sejak kecil dulu. Juga ketika di Palembang. Ketika beliau memberikan pengajian dan mendapat tantangan keras dari oknum-oknum yang tidak senang Agama Allah meresap ke dalam hati penduduk.
Kejadiannya seperti di jaman Nabi Muhammad saja. Pak AR memberikan pengajian, dan orang-orang yang tidak senang itu melancarkan ketidak-se-nangannya dengan jalan …. melempari batu.
Kelakuan jahiliah seperti itu, seperti di jaman Nabi Muhammad, dihadapi pula dengan hati sabar dan tawakkal, seperti yang dilakukan Nabi Besar itu. Dan memang hidup Pak AR dan Muhammadiyah yang dipimpinnya untuk meniru tindak-tanduk Nabi Muhammad!
Tapi, sabar dan tawakkal bagi Pak AR bukan sabar dan tawakkal yang pasif. Yang nrimo apa adanya. Tidak!
Buktinya, orang yang melempar Pak AR itu, malahan kemudian disapa dan … didatangi rumahnya!
Didatangi bukan untuk ganti diberikan pukulan. Tapi didatangi dengan senyuman dan wajah yang segar, jernih, tulus. Maka bisa dimengerti, kalau orang yang telah melempar itu kaget, sedih karena perbuatan buruknya, dan –di hari-hari mendatang—selalu mengikuti pengajian yang diadakan Pak AR!
“Memang Pak AR tidak senang force”, kata Muchlas Abror, wartawan harian Mercu Suar edisi Jawa Tengah – Yogyakarta. Pak AR selalu menginginkan cara evolusioner, bukan revolusioner. Tahap demi tahap. Melangkah pelan tapi mantap mendalam.
“Dan caranya tepat”, kata wartawan-kiyai itu selanjutnya, “sebab Pak AR mengajak para pendengar atau murid-muridnya secara ramah-tamah. Seperti kasih ayah kepada anaknya. Dan selalu …. humor!
“Terus terang, yang membuat saya senang sekali dengan Pak AR ialah humor-humornya yang sehat” kata seorang mahasiswa psikologi Gadjah Mada, sesaat sebelum kuliah subuh Pak AR dimulai. Ditambahkan: “Dan justru melalui humor-humornya itu, dengan tak terasa isi yang ingin disampaikan Pak AR masuk ke dalam kesadaran para pendengarnya dan kemudian mengendap di dalamnya. Tak terasa pula, hal itulah yang menjadikan seseorang rindu kepada ceramah-ceramah, kuliah-kuliah atau pengajian-pengajian Pak AR….”
Dan memang: ciri khas dari Pak AR adalah humor-humornya dalam ceramah atau pengajiannya. Humor yang bisa diterima oleh rakyat kecil atau yang tidak makan sekolah. Yang bisa membuat ketawa seorang MA maupun lulusan Al-Azhar Mesir. Yang menjadikan tersenyum seorang Kyai yang juga sering memberikan kuliah-kuliah atau pengajian.
Sebab, demikianlah yang saya tangkap. Pak AR selalu memikirkan kepada siapa beliau bicara. Dus, humor-humornya juga harus “disesuaikan”. Buktinya: orang merasa marem dan lega ketika mendengarkan wejangan beliau. Dalam suatu peresmian berdirinya sebuah musholla kecil di kampung. Atau di depan beribu-ribu para muktamirin-muktamirat Muham-madiyah. Bahkan sekali-dua dalam ….. khutbah Jum’atnya!
Dan sangat mungkin, disebabkan itu pula, yang menjadikan warga Muhammadiyah Banjarmasin “mem-fait a compli” beliau: ini tiket kapal terbang untuk ke Banjarmasin, Pak AR. Ini untuk kereta api ke Surabaya. Ini …… ini …….
Sedang “tugas khusus” Pak AR yang diminta warga Muhammadiyah itu: berikan wejangan di sana. Berilah pengajian warga Muhammadiyah Banjar-masin. Dan jangan lupa…. humornya!
Juga sangat mungkin, humor dan ketulusan hati Pak AR itulah yang menjadikan beliau mendapat suara terbanyak dalam pemilihan Ketua PP Muhammadiyah dalam Muktamar 1968, lebih dari suara untuk K.H. Faqih Usman. Lebih dari Prof. Dr. Hamka. Lebih dari suara Prof. Dr. H. Rosyidi.
Meski begitu, toh orang bertanya-tanya juga: kenapa yang jadi Ketua Muhammadiyah kemudian bukan Pak AR, tapi K.H. Faqih Usman?
“Pak Faqih kan lebih tua, lebih banyak penga-lamannya” kata Pak AR, “jadi kurang bijaksanalah kalau saya yang jadi Ketuanya, walau suara terbanyak….”
Jelas: menunjukkan kerendahan hatinya. Jelas: Pak AR tidak ambisius untuk menjadi Ketua. Jelas: Pak AR mengabdi kepada Islam dan Muhammadiyah dengan hatinya yang tulus ikhlas…
Dengan hatinya yang tulus ikhlas, sebab begitulah ajaran-ajaran yang beliau terima dari guru-guru dan Ketua-ketua PP Muhammadiyah yang terdahulu, sejak pendirinya KHA. Dahlan, KH. Ibrahim, H. Hisyam, K.H. Mas Mansoer, Ki Bagus Hadikusumo, A.R. St. Mansur, dan lain-lainnya.
Barulah ketika kemudian harinya dengan menda-dak K.H. Faqih Usman meninggal, dan karena itu jabatan Ketua PP Muhammadiyah kosong, maka Pak AR tidak keberatan jadi Ketuanya, apalagi setelah melalui musyawarah para anggota PP Muham-madiyah.
Jadi Ketua Muhammadiyah, sudah pasti tidak enteng. Cita-cita KHA Dahlan yang menghendaki diintelekkannya para kiyai dan dikyaikannya kaum intelek, bukanlah pekerjaan yang mudah. Meski begitu, jauh sebelum Pak AR jadi Ketua PP Muhammadiyah, cita-cita Pak Dahlan itu sudah melecutnya. Setidak-tidaknya untuk diri beliau.
Waktu itu beliau berada di Semarang. Karena keinginan beliau untuk lebih banyak menimba ilmu maka beliau bermaksud memasuki universitas di sana. Tapi maksud itu ternyata ditolak, sebab “justru Pak AR-lah yang seharusnya memberi kuliah di sini”, demikian alasan penolakan itu.
Maksud semula jadi mahasiswa, alih-alih beliau sendirilah yang harus memberi kuliah. Maka, “terpaksalah” riwayat hidup beliau untuk tahun-tahun 60-an harus ditulis: dosen di Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Sultan Agung, IKIP, dan lain-lain.
Tapi, boleh dikata, Pak AR menjulang karena autodidaknya. Sebab beliau hanya mendapat didikan di Darul Ulum di Sewugalur Yogya dan Tabligh School Muhammadiyah. Lalu mengajar di SD Muhammadiyah dan Wustho Mu’allimin Palembang. Guru Darul Ulum di Sewugalur, Pegawai pada Kantor Penerangan Agama, Kabupaten Adikarto dan Sentolo dan dari sini kemudian ke Kantor Urusan Agama (KUA) DIY.
Dari KUA Yogya, kemudian pindah jadi Kepala Kapena Jateng di Semarang dan sejak 1 Juli 1967 jadi Kepala Kapena DIY.
Pak AR jadi anggota PP Muhammadiyah mulai tahun 1959, kemudian terpilih sebagai Wakil Ketua III dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965, dilanjutkan lagi pada periode 1965-1968 dan pada Muktamar Muhammadiyah yang ke-37 (1968), seperti dikatakan di muka, Pak AR akhirnya meme-gang pucuk pimpinannya.
Hampir sepuluh tahun sejak jadi Anggota Pimpinan sampai kemudian jadi Ketuanya, tentulah sudah memberikan pengalaman dan pelajaran yang banyak kepada beliau. Kesulitan-kesulitannya, halangan-halangan dan kesukaran-kesukarannya. Tapi justru halangan-halangan atau rintangan-rintangan itulah yang akan memajukan, demikian dikatakan dalam salah satu buku beliau.
“Kalau Pemerintah mau menghargai jasa KH Ahmad Dahlan, bantu saja Muhammadiyah, tak usah dirintang-rintangi” kata Pak AR dalam bukunya: “Menuju Muhammadiyah”.
Sebab, demikian kata Pak AR, “Muhammadiyah adalah untuk semua orang. Semuanya. Bukan hanya untuk orang yang punya gambar bulan bintang. Bukan hanya untuk orang yang bersarung. Tapi juga untuk orang yang punya gambar banteng. Untuk orang bercelana dan berdasi dan berkopiah”.
Untuk semuanya. Semua manusia. Semua orang. Sebab Perjuangan Muhammadiyah tak lain ialah menyebarluaskan Islam, agama Allah yang haq dan yang diridhai-Nya!
Untuk semua orang dan golongan. Sebab, sebagaimana dituntunkan Al-Qur’an dan Nabi Besar Muhammad saw. Islam adalah rahmat bagi manusia. Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman umatnya, adalah untuk menuntun manusia mencapai apa yang diingininya, yaitu kehidupan yang baik, lahir maupun batin, di dunia maupun di akhirat.
Dan itu sudah disadari betul oleh Haji Abdul Razak Fachruddin, tokoh yang secara singkat kita apa-siapakan kali ini.
Karena disadari oleh Ketua dan anggota-anggotanya, maka Muhammadiyah tidak hendak menjadikan dirinya partai politik. Tidak hendak menjadikan persyarikatannya itu suatu arena “adu mulut” seperti yang kerap dituduhkan bagi organisasi atau orang-orang politik.
Melainkan: amal, amal, amal. Amal kebajikan untuk manusia. Amal kebajikan untuk orang-orang sakit, anak-anak yatim, orang-orang buta atau tuli atau cacat, orang miskin, orang kaya yang tidak bahagia, untuk semua orang.
Dan Pak AR telah bertekad. Telah mempunyai kesadaran yang mbalungsungsum terhadap itu semua!
II. MEMAHAMI MUHAMMADIYAH
(Ditulis oleh Pak AR Fachruddin)
Kita telah mengetahui bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan tajdid. Kita telah mengetahui bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Juga kita telah mengetahui bahwa tujuan gerak Muhammadiyah adalah dakwah Islam amar makruf nahi munkar. Kita telah mengetahui bahwa Muhammadiyah berasas Islam. Juga kita telah mengetahui bahwa Islam yang dianut oleh Muhammadiyah adalah Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Dan, tentulah kita sebagai warga Muhammadiyah, lebih-lebih kita sebagai Pimpinan Muhammadiyah, tentu sudah sama hafal maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah: Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah telah ditegaskan bahwa sebagai dasar-dasar amal usaha Muhammadiyah;
- Hidup manusia harus berdasar tauhid gembira beribadah dan taat kepada Allah.
- Hidup manusia itu haruslah bermasyarakat.
- Mematuhi ajaran-ajaran Agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran-ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan berbuat ihsan kepada kemanusiaan.
- Ittiba’ kepada Rasulullah saw. bukan saja dalam soal-soal ibadah khusus, tetapi juga bagaimana cara perjuangan Rasulullah saw. dalam menegakkan dan mengembangkan Agama Islam.
- Melancarkan amal usaha dan cara memperjuangkan Agama Islam dengan ketertiban Organisasi.
Muhammadiyah Gerakan Islam
Muhammadiyah adalah Gerakan. Maka, apabila berada di suatu tempat dia harus bergerak dan menggerakkan. Warga-warganya harus bergerak. Dan warga-warga Muhammadiyah itu harus menggerakkan masyarakat yang ada di sekitarnya. Bila Muhammadiyah ada di suatu tempat tetapi tidak bergerak dan tidak pula menggerakkan, maka itu berarti belum Muhammadiyah dan bukan Muhammadiyah.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam. Dasarnya Islam. Ruh yang menggerakkan Muhammadiyah adalah Islam. Yang digerakkan adalah Islam. Islam yang tidak campur bid’ah, khurofat dan takhayyul. Sifat-sifat dan bentuk-bentuk geraknya juga Islam. Yang dituju pun Islam. Maksud dan tujuannya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwuud masyarakat Islam yang harmonis, di negara kita Republik Indonesia.
Muhammadiyah, gerakan Islam. Karena berdasar Islam. Sifat Islam itu sendiri harus bergerak. Kalau ada umat Islam tiada bergerak, maka itu ada tanda-tanda kekurangan. Mungkin karena belum meresapnya Islam pada jiwa mereka. Mungkin pula ada hal-hal lain yang mencampuri Islamnya, sehingga Islamnya beku. Tetapi apabla Islam yang benar-benar, pasti bergerak. Bergerak yang bermanfaat dan tiada mencelakakan masyarakat bahkan membahagiakan.
Muhammadiyah Gerakan Dakwah
Muhammadiyah, gerakan dakwah. Artinya, gerak Muhammadiyah, bersifat dakwah, bertujuan dakwah, berbentuk dakwah. Dan memang Muhammadiyah bergerak untuk dakwah. Dakwah Islam. Mengajarkan Islam. Menyerukan Islam, kepada perorangan dan kepada masyarakat.
Kepada perorangan, kepada mereka yang belum mengerti Islam, kepada mereka yang belum memahami Islam, Muhammadiyah ingin mengertikan dan memahamkan Islam. Mudah-mudahan dengan petunjuk Allah, setelah mereka mengerti dan memahami, mereka dengan sukarela, dengan tiada terpaksa mau melaksanakan agama Islam. Dan berbahagialah mereka yang mau mematuhi ajaran-ajaran Islam.
Kepada yang sudah memeluk Islam, mereka oleh Muhammadiyah, diajak menyempurnakan Islamnya. Menurut Al-Qur’an. Menurut Sunnah Rasulullah Muhammad Sallallahu ’alaihi wasallam.
Kepada masyarakat, Muhammadiyah ingin memperingatkan dan ingin memahamkan bahwa Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam mau melaksanakan Islam, insya Allah akan bahagia lahir dan batin. Keamanan, ketentraman dan kesejahteraan serta kebahagiaan akan luas dan merata. Tenteram aman tidak khawatir dan tiada ketakutan.
Muhammadiyah Gerakan Tajdid
Tajdid artinya: pembaharuan. Yang dimaksud tajdid ialah mengembalikan Islam kepada sumber hukum yang sebenar-benarnya ialah ajaran-ajaran Allah, wahyu-wahyu Allah yang tersebut di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab Allah, wahyu dari Allah. Bukan karangan manusia. Bukan karangan Muhammad. Tetapi benar-benar wahyu Nabi yang menjadi Utusan Allah.
Muhammad Rasulullah menjadi Nabi dan Utusan Allah, atas kehendak Allah, bukan atau maunya Muhammad sendiri. Muhammad tiada meminta. Muhammad tiada melamar untuk menjadi Nabi dan menjadi Utusan Allah.
Muhammad Rasulullah Sallallahu ’alaihi wasallam diutus adalah untuk kebahagiaan seluruh manusia tanpa kecuali, dalam kehidupan lahir dan batin, secara individu dan secara bersama, secara mikro dan makro, dunia dan akhirat.
Muhammadiyah ingin mengajak ummat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk bertajdid dengan arti kembali kepada tuntunan Islam yang sebenar-benarnya sambil menyadari tujuan hidupnya sebagai manusia sejati menurut kehendak Allah dalam menciptakan manusia itu sendiri.
Muhammadiyah Yakin
Apabila agama Islam yang sebenar-benarnya menurut sumber yang asli murninya, jauh dari laku-laku bid’ah, baik bid’ah hasanah maupun bid’ah sayyi’ah, takhayul dan khurofat serta tanpa dicampuradukkan dengan fikiran-fikiran manusia, terutama dibersihkan dari nafsu keinginan interest manusia masing-masing dan diterangkan dengan sebaik-baiknya, dengan kebijaksanaan yang sesempurna mungkin, dan kemudian yang menerimanya itupun dengan membersihkan dirinya dari interes-interes yang ada, maka insya Allah akan terasa benar-benar betapa kebenaran, kesempurnaan dan perlunya Islam itu bagi hidup dan kehidupannya.
Muhammadiyah mempunyai keyakinan, alangkah tepat dan cocoknya, kalau negara kita Republik Indonesia, yang kini tengah dibangun penduduk/warga negaranya dengan sesungguh-sungguhnya dalam menuju negara yang adil dan makmur materiil dan spirituil ini, dapat pula berkegiatan atas dasar keinsyafan, kesadaran dan keikhlasan melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang murni, pasti sudah, bahwa negara kita akan menjadi negara yang penuh nikmat melimpah-limpah karena mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu wata’ala.
Memahami Agama Islam
”Mereka yang tidak mempunyai sesuatu, tidak mungkin memberikan sesuatu”
Pimpinan Muhammadiyah, pimpinan Gerakan Islam bermaksud mendakwahkan Islam. Untuk itu, maka pimpinan Muhammadiyah wajib memahami bahkan, menguasai apakah Agama Islam yang menjadi dasar Muhammadiyah itu. Agama Islam yang menjadi dasar penggerak Muhammadiyah. Dan Agama Islam yang menurut faham Muhammadiyah menjadi rahmatan lil ’alamin itu.
Memahami Agama Islam, bukan dengan membaca risalah kecil ini. Hendak memahami Muhammadiyah harus mau memahami Al-Qur’an, mau memahami al-Hadis yang shahih, memahami sunnah-sunnah Rasulullah, memahami sedalam-dalamnya dengan mempergunakan akal pikiran yang sehat, sesuai dengan jiwa Agama Islam itu sendiri.
Agama Islam itu ada akidahnya, ada cara-cara ubudiyahnya, ada uraian tentang akhlak dan adapula yang mengatur bagaimana cara bermuamalah duniawiyah. Semua itu perlu difahami, dikuasai benar-benar untuk diamalkan, untuk dipatuhi, untuk dipedomani dan untuk didakwahkan dengan cara-cara yang melihat situasi dan kondisi.
Apakah Harus Menunggu?
Mendakwahkan Agama Islam kepada sanak keluarga, kepada sahabat dan handai taulan, kepada tetangga yang dekat rumah yang semuanya itu belum Islam, merupakan kewajiban bagi setiap Muslim putra dan putri, baik tua maupun muda, baik yang ’alim maupun yang belum ’alim.
Mendakwahkan Agama Islam tidak harus menunggu seseorang, sampai benar-benar menjadi ’alim atau ’allamah. Mendakwahkan Islam tidak harus menunggu kalau sudah lengkap mengamalkan lima rukun Islam secara sempurna. Tidak harus menunggu kalau sudah menjadi Kyai atau menjadi Nyai. Juga tidak harus menunggu kalau sudah menjadi sarjana dari Perguruan Tinggi Agama Islam.
Ballighu ’anni walau a-yatan. (Sampaikanlah (ajaran) dariku walaupun hanya satu ayat).
Karena itu maka setiap Pimpinan Muhammadiyah, setiap warga Muhammadiyah putra-putri, tua dan muda, kaya miskin, pandai atau tidak, wajib menyampaikan dakwah Islam. Tidak harus di Masjid. Tidak harus di Madrasah. Tidak harus di Mushalla. Di mana saja, di rumahnya sendiri, atau di rumah yang didakwahi, di rumah orang yang diajak. Dan tidak harus dengan pidato-pidato. Juga sama sekali tidak harus dengan pengeras suara.
Memantapkan Gerakan Dakwah
Muhammadiyah harus memantapkan dirinya menjadi gerakan Dakwah Islam. Maksudnya kata-kata itu, Muhammadiyah hanyalah bekerja menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Kepada siapapun. Lapisan masyarakat yang manapun. Golongan apapun.
Muhammadiyah tidak hanya mengelompok kepada golongan atau partai tertentu saja. Muhammadiyah harus berhubungan dengan semua golongan atau partai itu, karena hendak menyampaikan ajaran-ajaran Islam.
Muhammadiyah harus dapat berhubungan dengan baik dengan para pejabat, para penguasa, mulai yang terbawah sampai yang teratas, mulai yang di desa-desa sampai yang di kota-kota untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam, supaya para pejabat, para penguasa menjadi orang-orang yang bertambah baik, yang bertambah jujur, yang bertambah adil, yang boleh dipercaya, yang bertanggung jawab, yang menguntungkan negara, menguntungkan rakyat, nusa dan bangsa. Penguasa yang diridhai Allah, ialah penguasa yang tidak sewenang-wenang, yang tahu tepa slira, yang tiada dumeh, yang memberikan pengayoman kepada rakyat dan tiada mementingkan diri sendiri, isteri sendiri, anak sendiri, keluarga sendiri.
Muhammadiyah harus berusaha agar bertambah kuat dalam halnya membina dirinya menjadi Muhammadiyah yang berkepribadian, mempunyai keyakinan dan cita-cita, tahu diri, tiada ingin mencari untung sendiri. Muhammadiyah bertujuan menyelamatkan negara dan masyarakat dari kutukan Allah, dari laknat Allah, dari siksa Allah.
Muhammadiyah harus menjadi Gerakan Dakwah Islam yang tidak akan mencari pangkat, tidak mencari kedudukan dan tiada akan mencari kekayaann. Kalau ada orang-orang Muhammadiyah yang berkuasa, yang berkedudukan, yang beruang atau berharta, maka sebagai orang-orang Muhammadiyah harus dapat menjaga dan membahagiakan Negara Republik Indonesia dan membahagiakan penduduknya, yang berbagai suku-sukunya, bermacam-macam kepercayaan dan agamanya, dan harus tetap berusaha menjaga dan memelihara Negara Republik Indonesia yang berbentuk kesatuan ini.
Karena itu, Muhammadiyah harus pandai menghormati, menghargai serta mengemong atau menenggang kesemuanya itu, sambil tetap menjaga kemurnian Agama Islam yang diridhai Allah Swt.
III. MENGGERAKKAN MUHAMMADIYAH
Pimpinan Muhammadiyah
Pimpinan Muhammadiyah di Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting adalah pimpinan gerakan dakwah. Pimpinan gerakan dakwah berarti Pimpinan Dakwah Islam amar makruf nahi munkar. Dakwah Islam, amar makruf nahi munkar adalah atas dasar perikemanusiaan yang ikhlas. Atas dasar rasa kasih sayang. Atas dasar untuk menyelamatkan dan membahagiakan mereka dari kesengsaraan yang mungkin melanda. Kesengsaraan yang memuncak, ialah kemurkaan dan kutukan Allah. Baik di dunia, maupun di akhirat.
Dan karena itu, maka Pimpinan Muhammadiyah haruslah dapat mewujudkan dan membina dirinya menjadi orang-orang yang penuh kasih sayang, penuh keprihatinan, lapang dada, tiada beriri hati kepada orang berharta, berpangkat, berkedudukan dan berkemenangan, Pimpinan Muhammadiyah adalah orang-orang yang bila di muka selalu menjadi contoh, bila di tengah-tengah selalu mendorong dan menghasung, dan bila di belakang selalu merestui dan mengarahkan. Demikianlah harapan kita.
Target Pimpinan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah. Sehingga Pimpinan Muhammadiyah adalah Pimpinan Gerakan Dakwah. Karena itu, seorang Pimpinan Muhammadiyah haruslah:
- Memfahami Islam menurut Al-Qur’an dan Hadis-hadis yang shahih
- Memfahami Maksud Muhammadiyah
- Memfahami Keyakinan dan Cita-citanya
- Memfahami Kepribadiannya
- Memfahami Khittah Perjuangannya
- Memfahami peningkatan organisasinya
- Memfahami ummat/masyarakatnya
- Memfahami sumber dananya dan mentasarufkannya
Anggota Muhammadiyah sekarang (harus):
- Berniat dan berusaha menjadi warganegara yang baik.
- Berniat dan berbuat menyelamatkan Negara dan masyarakat Indonesia dengan tegaknya dan dihayatinya Agama Islam, Qur’an dan Hadis.
- Berniat dan menegakkan serta menjunjung tinggi Agama Islam.
- Berniat dan mengajak semua Muslim Indonesia beragama dengan Islam yang sungguh-sungguh.
- Memulai niatnya dengan mengajak keluarga dan tetangganya.
- Bersilaturrahmi kepada keluarga dan tetangganya.
- Menziarahi keluarga dan tetangga yang sakit dan atau sedang menerima musibah.
- Anggota Muhammadiyah selalu gembira dan berwajah terang.
- Anggota Muhammadiyah tidak boleh berputus asa baik dalam mencari harta dunia, maupun dalam menyebarkna dan menegakkan serta dalam memelihara ajaran Islam yang murni menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam.
- Anggota Muhammadiyah memulai menertibkan pelaksanaan Agama Islamnya dan penetrapan Akhlaqul karimahnya pada dirinya dalam anggota keluarga rumah tangganya, saudara-saudaranya, para tetangga dekat rumahnya dan seterusnya.
- Periode sekarang ini adalah periode penyegaran dan memulai penerapan semuanya. Dengan usaha sungguh-sungguh, Allah pasti menolong kita. Amien.
Warga Muhammadiyah
Setiap warga Muhammadiyah harus bersifat dan berusaha agar di masing-masing dirinya menjadi seorang Muslim yang tetap berbakti kepada Allah, berakhlak luhur, rajin beribadah, rajin melakukan shalat berjamaah di mana pun, di masjid, di mushalla bahkan bila terpaksa di rumah sendiripun harus pula tetap berjamaah.
Warga Muhammadiyah harus mengusahakan dirinya menjadi orang-orang Islam yang rajin bekerja, dapat berdagang menjadi pengusaha-pengusaha yang tekun, dapat menjadi pengusaha-pengusaha yang tekun, dapat menjadi petani-petani peternak hewan, pemilik dan pemelihara kebun-kebun, tanaman-tanaman keras, seperti kelapa, cengkeh, pala, karet yang kesemuanya itu dapat membantu banyaknya barang-barang yang dapat dieksport ke luar negeri.
Warga Muhammadiyah harus dapat menjadikan dirinya menjadi produsen-produsen, walaupun barang-barang kecil yang menjadi keperluan rakyat semesta.
Dengan demikian, warga-warga Muhammadiyah akan dapat membiayai, serta mencurahkan sebagian harta bendanya untuk keperluan Muhammadiyah, untuk keperluan dakwah Islam, untuk kebahagiaan nusa bangsa dan negara serta masyarakat Indonesia.
Memperbaharui Tekad
Seluruh warga Muhammadiyah di setiap Cabang atau juga di setiap Ranting, supaya berkumpul, bersama-sama untuk memperbaharui tekadnya dengan memohon pertolongan dan perlindungan Allah SWT.
- Muhammadiyah harus menjadi Muhammadiyah yang gembira, yang sehat, yang segar bugar, yang dapat berhubungan baik dengan pejabat-pejabat pemerintah setempat.
- Muhammadiyah harus giat bekerja berusaha dengan gesit dan lincah.
- Muhammadiyah harus yakin bahwa semua usaha Muhammadiyah pasti berhasil, karena mendapatkan pertolongan Allah dan mendapatkan bantuan dari semua lapisan dan golongan.
- Muhammadiyah harus yakin, bahwa semua maksud dantujuannya pasti mendapatkan sambutan dan tanggapan yang baik dari siapapun, lebih-lebih dari Pemerintah karena usaha-usaha Muhammadiyah paralel dengan usaha-usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah.
- Muhammadiyah tidak boleh berputus asa karena yang berputus asa itu hanyalah mereka yang fasik dan yang kafir. Muhammadiyah adalah mukmin dan muslim, jadi bukan fasikk atau kafir.
Harus di Upgrade
Muhammadiyah berdiri mulai tahun 1330 Hijriyah atau 1912 Miladiyah. Sampai sekarang berarti dapat kita hitung sendiri sudah berusia berapa tahun. Masjid-masjid, gedung sekolah, gedung Musholla, Bustanul Athfal, Balai-balai Pertemuan, Panti Asuhan Yatim Putra maupun Putri, Gedung Madrasah Mu’allimien maupun Mu’allimat, dan lain-lain pembangunan yang kita tempati sekarang ini pada umumnya adalah peninggalan dari bapak ibu kita berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Karena itu, dapat memberitahukan lebih dulu kepada pemerintah setempat, kumpulkanlah semua warga putra-putri, tua muda dengan penuh gembra, penuh keyakinan akan datangnya pertolongan Allah. Di suatu malam dengan permohonan yang serius, yang sungguh-sungguh untuk dapat meng-upgrade, untuk dapat meningkatkan, untuk dapat memperbaharui bangunan-bangunan itu. Mohonlah dengan serentak sungguh-sungguh terus berusaha benar-benar. Kumpulkanlah harta benda kita sendiri lebih dahulu. Jangan minta kepada orang lain. Dari diri sendiri lebih dahulu, kumpulkan dan mohon kepada Allah, dan yakinlah.....
IV. MENEKUNI MUHAMMADIYAH
Memikirkan Muhammadiyah
Setelah kita memahami Muhammadiyah, maka sebagai anggota, lebih-lebih sebagai pemimpin-pemimpin Muhammadiyah hendaknya sama-sama memikirkan.
- Sudahkah kita benar-benar telah berusaha dan beramal benar-benar, atau dengan kata-kata yang ekstrim, benar-benarkah kita ini sudah berjuang secara sungguh-sungguh untuk tegaknya dan terjunjungnya agama Islam?
- Sudahkah kita ini benar-benar merasa bergembira berkecimpung di dalam Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang segala gerak-geriknya berdasar Islam. Tidak malukah kita menjadi orang Islam berakhlak sehari-hari secara Islam, berumah tangga secara islam? Tidak malu lagikah kita menampakkan ke-Islaman kita? Tidak malukah kita mengajak anak dan isteri kita, para sanak saudara kita juga para tetangga handai taulan kita kepada Agama Islam?
- Masyarakat kanan kiri kita mmasih banyak yang percaya kepada dukun-dukun, kepada klenik-klenik, kepada cambuk cemeti, ikat pinggang yang telah dijampi-jampi. Masyarakat kita masih banyak yang percaya kepada rotan-rotan yang sudah dijampi-jampi dan diberi isim-isim. Masyarakat kita masih banyak yang percaya kepada akik-akik keramat, bintang-bintang yang berpengaruh, gerhana-gerhana, gempa bumi, ramalan-ramalan yang dianggap mempengaruhi hidup dan kehidupan. Masyarakat kita masih banyak yang percaya akan burung-burung hantu, burung tuhu, burung perjak dan lain-lain juga burung gelatik dan lain-lain, yang dianggap dapat menentukan nasib seseorang. Masyarakat masih banyak yang percaya kepada keramat kuburan-kuburan, dukun-dukun sinting, dukun-dukun cabul, bahkan percaya juga akan masbat-masbat, angka-angka keramat yang menentukan. Dapatkah kita sebagai orang Muhammadiyah melepaskan diri dari yang demikian? Bagaimana keluarga kita? Juga sudahkah terlepas dari tahayul dan khurafat-khurafat di atas?
- Kita mengetahui dan kita memahami bahwa Muhammadiyah adalah gerakan yang menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam. Dan karenanya, keluarga Muhammadiyah tidak harus hanya bicara, tidak harus hanya mengerti tentang Islam baik, shalat baik, jamaah baik, sedekah baik, tabligh baik, silaturrahmi baik, tapi kitapun harus berani mewujudkan terlaksananya shalat diamalkan, dilaksanakannya jamaah-jamaah, dikabulkannya adzan, dikerjakannya shadaqah zakat infaq, tablighpun harus dijalankan, sila-turrahmi harus kepada siapapun. Muhammadiyah ilmu dan amal atas dasar iman. Muhammadiyah haruslah berbuat ihsan kepada masyarakat –Bukan bicara saja.
- Marilah memikirkan Muhammadiyah –kalau belum berjalan, marilah diusahakan berjalannya—kalau sudah berjalan, marilah kita fikirkan cara memajukannya –yang kecil mari kita besarkan, yang kurus mari kita pergemuk kita persubur –yang lemah kita perkuat dengan fikiran kita, dengan tenaga kita, dengan harta kita –tanpa pamrih, bukan untuk pangkat, bukan untuk cari harta, juga bukan untuk cari kemegahan. Muhammadiyah kita gerakkan untuk mencari keridhaan Allah.
Memerlukan Pengorbanan
- Menegakkan tauhid yang murni
- Membina akidah yang sungguh-sungguh lurus
- Menggembirakan taat dan ibadah kepada Allah
- Beramal dan bekerja yang khalis-ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah
- Mengikuti sunnah Rasulullah saw.
- Membina organisasi yang utuh dengan administrasi yang tertib.
Semuanya itu baik –semuanya itu sungguh indah –Kalau berhasil sungguh menggembirakan. Bukan saja menggembirakan kepada kita yang melaksanakan. Tetapi juga menggembirakan kepada yang lain-lain. Masyarakat dan negara kita Republik Indonesia akan turut merasakan berbahagia, kalau Muhammadiyah berhasil sukses melaksanakan semuanya itu –umpama ada yang tidak suka kesuksesan Muhammadiyah, ini hanyalah mereka yang anti agama, anti ke-Tuhanan, anti kemanusiaan, anti kebahagiaan dan kesejahteraan.
Dalam pada itu, adakah Muhammadiyah dapat mensukseskan semuanya itu tanpa pengorbanan? Tidak mungkin! Pengorbanan tetap ada. Zaman Belanda, zaman Jepang, Zaman Merdeka Revolusi fisik –zaman politik –zaman nasakom dan sampai sekarangpun Muhammadiyah memerlukan pengorbanan kita. Korban harta, korban tenaga, korban fikiran bahkan juga korban perasaanpun diperlukan.
Kita para keluarga Muhammadiyah tentu ikhlas berkorban, karena kita memerlukan Muhammadiyah dan bukanlah Muhammadiyah yang memerlukan kita –Muhammadiyah yang harus kita hidup-hidupkan dan bukan kita yang mau cari hidup dalam Muhammadiyah –Islamlah yang harus kita bela dan bukanlah Islam yang diminta membela kita –tetapi bila kita benar-benar membela Allah, tentulah Allah akan membela kita.
Bagaimana Cara Kita Menekuni
Kalau benar-benar kita menginginkan Muhammadiyah yang mempunyai wibawa, mempunyai gesa dan mempunyai pengaruh, maka kita para keluarga Muhammadiyah baik anggota maupun para simpatisannya, lebih-lebih para pemimpinnya haruslah bersungguh-sungguh, benar-benar dan betul-betul –beramalnya berusahanya dan berjuangnya.
Untuk itu, anggota-anggota kita harus benar-benar membina dirinya, memahami Islam yang sebenar-benarnya, memahami Muhammadiyah yang sebenar-benarnya. Pengajian anggota, upgrading, training centre, ataupun pelatihan-pelatihan perlu diadakan. Putusan-putusan Tarjih, Tafsir al-Qur’an, terjemah dan cara melaksanakannya –Bukhari-Muslim, Bulughul Maram, semuanya itu perlu dipelajari. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Putusan-putusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah Wilayah, semuanya itu perlu difahami untuk dipraktekkan. Berakidah, beramal ibadah, berjuang dan dengan berorganisasi –semuanya jangan dipisah-pisahkan. Berakidah, beribadah, beramal, berjuang tanpa organisasi dan administrasi, akhirnya berantakan –Berorganisasi tanpa akidah juga tidak ada artinya, demikianlah yang wajib kita tanamkan dan kita resapkan kepada para anggota.
Untuk Pemimpin-pemimpin Muhammadiyah wajib dapat menjadikan dirinya sebagai contoh tauladan bagi para anggota dan masyarakat –Tanah airnya, beribadahnya, akhlaknya, pergaulannya juga sampai sopan santunnya dan gerak tidakannya sehari-hari –anak-anak, isterinya, keluarganyapun harus dapat pula menjadi contoh teladan dalam mengamalkan amalan-amalan Islam yang sebenar-benarnya.
Seolah-olah Muhammadiyah perlu kita kembalikan fungsinya sebagai tempat pembinaan kader secara baik-baik –amal-amal ibadahnya, amal-amal pergaulannya, pakaiannya, simpan siurnya, syiar-syiarnya hendaklah disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam yang menjadi anutan Muhammadiyah.
Masjid-masjid, Musholla-musholla yang menjadi milik Muhammadiyah ataupun yang pengaturannya serta pengurusannya menjadi tanggung jawab Muhammadiyah, hendaknya diatur secara tuntunan Islam yang benar-benar menurut Al-Qur’an dan Sunnah.
Disamping itu, untuk menekuni, Muhammadiyah Ranting, Cabang, Daerah dan Wilayah perlu mempunyai kantor tertentu, papan nama yang jelas, pertemuan periodik, pengajian anggota khusus serta administrasi yang lengkap –bendera-bendera Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, Pemuda, Nasyiah, IMM, IPM dan lain-lain yang perlu pula disediakan dengan sungguh-sungguh.
Demikianlah sekedar pedoman bagaimana cara-cara menekuni Muhammadiyah –Semoga mendapat perhatian yang semestinya.
Wassalam wr. wb.
(H.AR. Fachruddin)
(diketik ulang oleh ariefbudimanch,
dari beberapa sumber yang sudah lupa –karena tidak dicatat-, pada tahun 2006,
kecuali bagian IV. Menekuni Muhammadiyah sumbernya:
Buletin Suara Muhammadiyah 3 Th. Ke II/1969 29 Rabiulawwal 1389/15 Juni 1969
diedit/baca ulang untuk di-publish pada April 2013)