Oleh: Dr. Agus Purwanto D.Sc - Pekerja LaFTiFA (Lab Fisika
Teori dan Filsafat Alam) ITS, mantan Vice- President of Saijou-Hiroshima
Moslem Association.
“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari masjid al-Haram ke masjid al-Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan tanda-tanda Kami ....” (QS al-Isra’:1)
Al-Qur’an menyatakan bahwa tidak satu pun ciptaan serta kejadian di alam semesta ini yang kebetulan dan sia-sia. Para pemikir seperti Aristoteles dan Einstein pun menyatakan bahwa alam semesta bertindak sesuai tujuan tertentu. Bila demikian, apa yang hendak Dia perlihatkan melalui isra’ dan mi’raj? Artikel ini membahas aspek fisika dari peristiwa malam 27 Rajab satu tahun sebelum nabi saw hijrah.
Dimensi EkstraTeori relativitas khusus (TRK) menyatakan bila orang bergerak dengan laju tinggi maka dia akan mengalami pemuluran (dilasi) waktu. Artinya, satu menit bagi orang yang bergerak bisa jadi lima menit bagi orang lain yang diam. Sebagian orang mencoba menjelaskan isra’ mi’raj dengan TRK dan didukung QS al-Ma’arij: 3-4. Ayat ini mengisyaratkan pemuluran waktu, yakni satu hari perjalanan malaikat dan ruh setara dengan 50 ribu tahun. Ini berarti kecepatan malaikat dan ruh sama dengan kecepatan cahaya.
Implikasinya, bukan saja malaikat yang tersusun dari nur (cahaya) melainkan juga ruh. Karena menurut prinsip TRK, hanya materi tak bermassa yang bisa bergerak dengan laju cahaya dan materi tersebut hanya foton yang tidak lain adalah gelombang medan elektromagnetik. Penafsiran ini pada gilirannya menuntun pada kesimpulan bahwa isra’ dan mi’raj nabi saw hanya sebatas ruhnya.
Bila dikaitkan dengan kosmologi modern penjelasan ala TRK menjadi tidak memadai. Menurut model jagat raya berkembang, baik jagat raya tertutup, terbuka maupun datar mi’raj nabi saw semalam hanya akan sampai di ruang angkasa yang material. Nabi saw tidak pernah sampai di ruang spiritual tempat sidratul muntaha.
Alternatifnya, isra’ mi’raj difahami dengan konsep dimensi ekstra. Dalam ilustrasi dua dimensi ruang tertutup mengembang diberikan oleh permukaan balon dengan tempelan potongan-potongan kecil kertas. Permukaan balon adalah jagat raya secara keseluruhan, potongan kertas menyatakan galaksi sedangkan permukaan balon tanpa tempelan adalah ruang antar galaksi. Bila ditiup balon akan mengembang dan kertas-kertas akan berjauhan. Artinya, alam semesta berkembang dan galaksi-galaksi saling menjauh.
Dalam sudut pandang ruang tiga dimensional, terdapat ruang di dalam dan di luar permukaan bola. Dari sisi jagat raya dua dimensional ruang di dalam dan di luar permukan dapat dipandang sebagai dimensi ekstra dari jagat raya tertutup dua dimensi. Dalam perspektif ini bisa dikatakan bahwa langit adalah ruang selain permukaan bola. Dan mi’raj adalah keluar dari langit material dan masuk langit atau ruang immaterial. Lebih spesifiknya, nabi saw keluar dari permukaan bola tiga dimensi (hypersphere) menuju dimensi lebih tinggi dimana Sidratul Muntaha berada.
Dimensi ekstra dikenal baik di fisika. Keberhasilan memadukan gaya elektromagnetik dengan gaya lemah dalam teori elektrolemah menuntun pada teori kemanungalan agung (Grand Unified Theory, GUT). GUT klasik belum sepenuhnya berhasil merealisasikan impian kemanunggalan gaya elektromagnetik, lemah dan kuat. Impian tersebut baru dipenuhi oleh GUT supersimetrik dengan konsep superruang delapan dimensinya. Empat dimensi ruang-waktu kita dan empat lainnya adalah dimensi Grassmannian tempat pasangan super setiap ciptaan berada.
Tetapi GUT supersimetrik masih menyisakan masalah hirarki konstanta kopling gaya-gaya. Tahun 1998 Arkani Hamed dkk menggagas unseen atau extra dimension dan berhasil mengatasi masalah tersebut. Di dalam konsep dimensi ekstra ruang-waktu empat dimensi tempat kita tinggal digambarkan sebagai garis lurus pada permukaan tabung silinder. Sedangkan keseluruhan permukaan lainnya merepresentasikan dimensi yang lebih tinggi. Partikel pasangan super yang berada di dimensi Grassmannian atau bulk particle di dalam dimensi ekstra versi Arkani Hamed bisa berinteraksi dengan partikel di ruang kita pada tingkat energi tertentu.
Dimensi ekstra ini juga diisyaratkan oleh QS al-Naml 38-40 dalam kisah pemindahan singgasana ratu Bulqis ke istana nabi Sulaiman dalam sekedipan mata. Dimensi ekstra juga diisyaratkan oleh hadis-hadis yang menyatakan bahwa majelis-majelis ta’lim dikelilingi oleh para malaikat yang ikut berdzikir dan mendo’akan peserta ta’lim. Jin dan malaikat ada di sekitar kita tetapi kita tak pernah bertabrakan dengan mereka. Mereka hidup di ruang dengan dimensi yang lebih tinggi tetapi kita bisa berinteraksi dengan jin di ruang manusia.
Teleportasi Kuantum
Sekelompok penjelajah pemberani memasuki kamar khusus; pulsa cahaya, dengung efek bunyi dan para hero menghilang dan tak lama kemudian muncul kembali di permukaan planet nun jauh. Itulah impian dari teleportasi yakni kemampuan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain tanpa harus melewati lintasan panjang yang membosankan, tanpa kendaraan fisik dan setumpuk ransum.
Teleportasi kuantum mengeksploitasi prinsip dasar dari mekanika kuantum. Ahli fisika teori sejak awal menyatakan bahwa fisika kuantum membawa pada banyak fenomena yang tampak tak masuk akal sekalipun. Sebenarnya mekanika kuantum secara prinsip tidak memungkinkan proses teleportasi. Kaidah ketidakpastian Heisenberg tidak memungkinkan kita mengetahui secara tepat posisi dan momentum suatu obyek pada waktu yang bersamaan. Akibatnya, tidak mungkin men-scan secara sempurna suatu obyek yang akan diteleportasikan. Scanning akan senantiasa memberikan error atas lokasi dan kecepatan elektron dan atom suatu obyek.
Satu dasa warsa lalu, fisikawan C.H.Bennet dari IBM, G.Brassard, C.Crepeau dan R. Josza dari Universitas Montreal, dan A.Peres dari Institut Teknologi Technion Israel menemukan cara memanfaatkan kuantum untuk teleportasi. Dan teleportasi kuantum telah menjadi kenyataan laboratorium bagi foton, partikel individual dari cahaya. Meskipun demikian teleportasi dari benda skala makro masih berupa fantasi. Barangkali kita pun bisa berspekulasi bahwa Isra’ Mi’raj adalah teleportasi kuantum dalam skala makro!
Islamisasi Sains
Sains modern telah memberi kemajuan material yang luar biasa tetapi juga membawa manusia pada keterasingan (alienasi) dan kehampaan spiritual. Sains telah melakukan klaim-klaim di luar wewenangnya serta meneguhkan pandangan dunia mekanik yang mengesampingkan peran Tuhan di dalam kehidupan dunia ini. Akibat keterasingan dan berbagai krisis orang merindukan sains alternatif yang dibangun dengan paradigma baru. Sains dengan tataran ontologis, aksiologis, maupun epistemologis yang lebih komprehensif. Sains holistik yang tidak mengabaikan peran wahyu dalam tataran epistemologisnya.
Terkait dengan kerinduan tersebut, pendekatan sains-wahyu mestinya dibalik menjadi wahyu-sains. Penafsiran isra’ mi’raj di atas adalah contoh alur pikiran sains-wahyu, hasil sains dicari dan disesuaikan untuk mendukung nash kitab suci. Pola yang mestinya kita kembangkan adalah pola wahyu-sains. Wahyu dan tradisi dijadikan sebagai pijakan untuk membangun sains. Dunia sufi mengenal nama Husain ibnu Mansur al-Hallaj (858-922M). Ajaran al-Hallaj yang cukup populer adalah Haqiqot al-Muhammadiyah yang intinya menyatakan bahwa awal mula dari segala penciptaan adalah Nur-Muhammad. Muhammad saw terjadi dalam dua rupa yaitu rupa yang qodim (terdahulu) dan baharu. Dari rupa yang qodim yaitu Nur-Muhammad diciptakan segala sesuatu termasuk empat anasir api, udara, tanah dan air. Nur-Muhammad adalah pusat kesatuan alam, pusat nubuwwah semua nabi serta sumber pancaran ilmu dan hikmah serta meliputi seluruh ciptaan. Rupanya yang baharu adalah rupanya sebagai manusia nabi dan rasul yang diutus Tuhan dan merupakan bagian kecil dari pancaran Nur-Muhammad sendiri.
Ide ciptaan al-Hallaj sejalan dengan penciptaan jagat raya versi The Big Bang. Dalam skenario Big Bang yang semula ada adalah superbola api yang supermampat dan superpanas. Bola api ini meledak secara dahsyat dan terhamparlah ruang dan waktu, gaya-gaya, partikel-partikel, inti atom, atom, molekul, bintang dan galaksi serta kehidupan. Sisa radiasi saat ledakan besar yang disebut Cosmic Microwave Background Radiation (CMBR) terdeteksi oleh astronom A.Penzias dan R.Wilson. Nur-Muhammad setara dengan super bola api, bunyi ledakan besar Big Bang dengan firman Tuhan KUN (Jadilah), dan Nur-Muhammad yang meliputi seluruh alam ciptaan dengan CMBR. Di dunia kalam juga terdapat hal serupa. Jauh sebelum atomisme kuantum lahir dunia islam telah mempunyai atomisme Asy’ariyah yang unik. Atom sebagai al-juz alladzi laayatajazza, bagian atau eksistensi yang tak bisa dibagi lagi merupakan penyusun dunia. Atom merupakan lokus yang memberi substansi pada aksiden.
Atomisme Asy’ariyah mempunyai tiga karakteristik. Pertama, atom tidak mempunyai ukuran dan homogen tetapi terpadu membentuk benda yang mempunyai entitas. Kedua, jumlah atom tertentu dan berhingga. Asy’ariyah, berdasarkan QS al-Jin:28 menolak ketakberhinggaan mazhab atomis Yunani. Ketiga, atom-atom dapat musnah dan lenyap secara fitrah, tidak bisa bertahan selama dua saat berturut-turut, namun secara terus menerus Tuhan menciptakan dan memusnahkannya. Al-Asy’ariyah bersandar pda teks kitab suci seperti QS ar-Rum: 11.
Gagasan dasar atomisme Asyariyah sangat dekat dengan atomisme kuantum. Di dalam kuantum, partikel adalah medan yang terpaket, memiliki karakteristik partikel sekaligus gelombang dengan wujud konkrit sebagai paket gelombang. Maka ia tidak memiliki dimensi sebagaimana materi menurut pemahaman klasik. Selanjutnya, di dalam medan kuantum dikenal adanya kreasi dan pemusnahan partikel. Secara alamiah partikel bisa tercipta dan musnah.
Isra’ miraj dan dua contoh di depan mestinya dapat memicu ilmuwan muslim dan melakukan reorientasi dalam aktivitas ilmiahnya. Mereka perlu kembali mempertemukan ayat-ayat kitab suci dan ayat-ayat kauniyah. Persoalannya kini, tradisi ilmiah di kalangan umat islam masih lemah. Kita masih kekurangan ilmuwan muslim khususnya bidang eksakta, terlebih lagi yang berreputasi internasional.
Al-Qur’an menyatakan bahwa tidak satu pun ciptaan serta kejadian di alam semesta ini yang kebetulan dan sia-sia. Para pemikir seperti Aristoteles dan Einstein pun menyatakan bahwa alam semesta bertindak sesuai tujuan tertentu. Bila demikian, apa yang hendak Dia perlihatkan melalui isra’ dan mi’raj? Artikel ini membahas aspek fisika dari peristiwa malam 27 Rajab satu tahun sebelum nabi saw hijrah.
Dimensi EkstraTeori relativitas khusus (TRK) menyatakan bila orang bergerak dengan laju tinggi maka dia akan mengalami pemuluran (dilasi) waktu. Artinya, satu menit bagi orang yang bergerak bisa jadi lima menit bagi orang lain yang diam. Sebagian orang mencoba menjelaskan isra’ mi’raj dengan TRK dan didukung QS al-Ma’arij: 3-4. Ayat ini mengisyaratkan pemuluran waktu, yakni satu hari perjalanan malaikat dan ruh setara dengan 50 ribu tahun. Ini berarti kecepatan malaikat dan ruh sama dengan kecepatan cahaya.
Implikasinya, bukan saja malaikat yang tersusun dari nur (cahaya) melainkan juga ruh. Karena menurut prinsip TRK, hanya materi tak bermassa yang bisa bergerak dengan laju cahaya dan materi tersebut hanya foton yang tidak lain adalah gelombang medan elektromagnetik. Penafsiran ini pada gilirannya menuntun pada kesimpulan bahwa isra’ dan mi’raj nabi saw hanya sebatas ruhnya.
Bila dikaitkan dengan kosmologi modern penjelasan ala TRK menjadi tidak memadai. Menurut model jagat raya berkembang, baik jagat raya tertutup, terbuka maupun datar mi’raj nabi saw semalam hanya akan sampai di ruang angkasa yang material. Nabi saw tidak pernah sampai di ruang spiritual tempat sidratul muntaha.
Alternatifnya, isra’ mi’raj difahami dengan konsep dimensi ekstra. Dalam ilustrasi dua dimensi ruang tertutup mengembang diberikan oleh permukaan balon dengan tempelan potongan-potongan kecil kertas. Permukaan balon adalah jagat raya secara keseluruhan, potongan kertas menyatakan galaksi sedangkan permukaan balon tanpa tempelan adalah ruang antar galaksi. Bila ditiup balon akan mengembang dan kertas-kertas akan berjauhan. Artinya, alam semesta berkembang dan galaksi-galaksi saling menjauh.
Dalam sudut pandang ruang tiga dimensional, terdapat ruang di dalam dan di luar permukaan bola. Dari sisi jagat raya dua dimensional ruang di dalam dan di luar permukan dapat dipandang sebagai dimensi ekstra dari jagat raya tertutup dua dimensi. Dalam perspektif ini bisa dikatakan bahwa langit adalah ruang selain permukaan bola. Dan mi’raj adalah keluar dari langit material dan masuk langit atau ruang immaterial. Lebih spesifiknya, nabi saw keluar dari permukaan bola tiga dimensi (hypersphere) menuju dimensi lebih tinggi dimana Sidratul Muntaha berada.
Dimensi ekstra dikenal baik di fisika. Keberhasilan memadukan gaya elektromagnetik dengan gaya lemah dalam teori elektrolemah menuntun pada teori kemanungalan agung (Grand Unified Theory, GUT). GUT klasik belum sepenuhnya berhasil merealisasikan impian kemanunggalan gaya elektromagnetik, lemah dan kuat. Impian tersebut baru dipenuhi oleh GUT supersimetrik dengan konsep superruang delapan dimensinya. Empat dimensi ruang-waktu kita dan empat lainnya adalah dimensi Grassmannian tempat pasangan super setiap ciptaan berada.
Tetapi GUT supersimetrik masih menyisakan masalah hirarki konstanta kopling gaya-gaya. Tahun 1998 Arkani Hamed dkk menggagas unseen atau extra dimension dan berhasil mengatasi masalah tersebut. Di dalam konsep dimensi ekstra ruang-waktu empat dimensi tempat kita tinggal digambarkan sebagai garis lurus pada permukaan tabung silinder. Sedangkan keseluruhan permukaan lainnya merepresentasikan dimensi yang lebih tinggi. Partikel pasangan super yang berada di dimensi Grassmannian atau bulk particle di dalam dimensi ekstra versi Arkani Hamed bisa berinteraksi dengan partikel di ruang kita pada tingkat energi tertentu.
Dimensi ekstra ini juga diisyaratkan oleh QS al-Naml 38-40 dalam kisah pemindahan singgasana ratu Bulqis ke istana nabi Sulaiman dalam sekedipan mata. Dimensi ekstra juga diisyaratkan oleh hadis-hadis yang menyatakan bahwa majelis-majelis ta’lim dikelilingi oleh para malaikat yang ikut berdzikir dan mendo’akan peserta ta’lim. Jin dan malaikat ada di sekitar kita tetapi kita tak pernah bertabrakan dengan mereka. Mereka hidup di ruang dengan dimensi yang lebih tinggi tetapi kita bisa berinteraksi dengan jin di ruang manusia.
Teleportasi Kuantum
Sekelompok penjelajah pemberani memasuki kamar khusus; pulsa cahaya, dengung efek bunyi dan para hero menghilang dan tak lama kemudian muncul kembali di permukaan planet nun jauh. Itulah impian dari teleportasi yakni kemampuan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain tanpa harus melewati lintasan panjang yang membosankan, tanpa kendaraan fisik dan setumpuk ransum.
Teleportasi kuantum mengeksploitasi prinsip dasar dari mekanika kuantum. Ahli fisika teori sejak awal menyatakan bahwa fisika kuantum membawa pada banyak fenomena yang tampak tak masuk akal sekalipun. Sebenarnya mekanika kuantum secara prinsip tidak memungkinkan proses teleportasi. Kaidah ketidakpastian Heisenberg tidak memungkinkan kita mengetahui secara tepat posisi dan momentum suatu obyek pada waktu yang bersamaan. Akibatnya, tidak mungkin men-scan secara sempurna suatu obyek yang akan diteleportasikan. Scanning akan senantiasa memberikan error atas lokasi dan kecepatan elektron dan atom suatu obyek.
Satu dasa warsa lalu, fisikawan C.H.Bennet dari IBM, G.Brassard, C.Crepeau dan R. Josza dari Universitas Montreal, dan A.Peres dari Institut Teknologi Technion Israel menemukan cara memanfaatkan kuantum untuk teleportasi. Dan teleportasi kuantum telah menjadi kenyataan laboratorium bagi foton, partikel individual dari cahaya. Meskipun demikian teleportasi dari benda skala makro masih berupa fantasi. Barangkali kita pun bisa berspekulasi bahwa Isra’ Mi’raj adalah teleportasi kuantum dalam skala makro!
Islamisasi Sains
Sains modern telah memberi kemajuan material yang luar biasa tetapi juga membawa manusia pada keterasingan (alienasi) dan kehampaan spiritual. Sains telah melakukan klaim-klaim di luar wewenangnya serta meneguhkan pandangan dunia mekanik yang mengesampingkan peran Tuhan di dalam kehidupan dunia ini. Akibat keterasingan dan berbagai krisis orang merindukan sains alternatif yang dibangun dengan paradigma baru. Sains dengan tataran ontologis, aksiologis, maupun epistemologis yang lebih komprehensif. Sains holistik yang tidak mengabaikan peran wahyu dalam tataran epistemologisnya.
Terkait dengan kerinduan tersebut, pendekatan sains-wahyu mestinya dibalik menjadi wahyu-sains. Penafsiran isra’ mi’raj di atas adalah contoh alur pikiran sains-wahyu, hasil sains dicari dan disesuaikan untuk mendukung nash kitab suci. Pola yang mestinya kita kembangkan adalah pola wahyu-sains. Wahyu dan tradisi dijadikan sebagai pijakan untuk membangun sains. Dunia sufi mengenal nama Husain ibnu Mansur al-Hallaj (858-922M). Ajaran al-Hallaj yang cukup populer adalah Haqiqot al-Muhammadiyah yang intinya menyatakan bahwa awal mula dari segala penciptaan adalah Nur-Muhammad. Muhammad saw terjadi dalam dua rupa yaitu rupa yang qodim (terdahulu) dan baharu. Dari rupa yang qodim yaitu Nur-Muhammad diciptakan segala sesuatu termasuk empat anasir api, udara, tanah dan air. Nur-Muhammad adalah pusat kesatuan alam, pusat nubuwwah semua nabi serta sumber pancaran ilmu dan hikmah serta meliputi seluruh ciptaan. Rupanya yang baharu adalah rupanya sebagai manusia nabi dan rasul yang diutus Tuhan dan merupakan bagian kecil dari pancaran Nur-Muhammad sendiri.
Ide ciptaan al-Hallaj sejalan dengan penciptaan jagat raya versi The Big Bang. Dalam skenario Big Bang yang semula ada adalah superbola api yang supermampat dan superpanas. Bola api ini meledak secara dahsyat dan terhamparlah ruang dan waktu, gaya-gaya, partikel-partikel, inti atom, atom, molekul, bintang dan galaksi serta kehidupan. Sisa radiasi saat ledakan besar yang disebut Cosmic Microwave Background Radiation (CMBR) terdeteksi oleh astronom A.Penzias dan R.Wilson. Nur-Muhammad setara dengan super bola api, bunyi ledakan besar Big Bang dengan firman Tuhan KUN (Jadilah), dan Nur-Muhammad yang meliputi seluruh alam ciptaan dengan CMBR. Di dunia kalam juga terdapat hal serupa. Jauh sebelum atomisme kuantum lahir dunia islam telah mempunyai atomisme Asy’ariyah yang unik. Atom sebagai al-juz alladzi laayatajazza, bagian atau eksistensi yang tak bisa dibagi lagi merupakan penyusun dunia. Atom merupakan lokus yang memberi substansi pada aksiden.
Atomisme Asy’ariyah mempunyai tiga karakteristik. Pertama, atom tidak mempunyai ukuran dan homogen tetapi terpadu membentuk benda yang mempunyai entitas. Kedua, jumlah atom tertentu dan berhingga. Asy’ariyah, berdasarkan QS al-Jin:28 menolak ketakberhinggaan mazhab atomis Yunani. Ketiga, atom-atom dapat musnah dan lenyap secara fitrah, tidak bisa bertahan selama dua saat berturut-turut, namun secara terus menerus Tuhan menciptakan dan memusnahkannya. Al-Asy’ariyah bersandar pda teks kitab suci seperti QS ar-Rum: 11.
Gagasan dasar atomisme Asyariyah sangat dekat dengan atomisme kuantum. Di dalam kuantum, partikel adalah medan yang terpaket, memiliki karakteristik partikel sekaligus gelombang dengan wujud konkrit sebagai paket gelombang. Maka ia tidak memiliki dimensi sebagaimana materi menurut pemahaman klasik. Selanjutnya, di dalam medan kuantum dikenal adanya kreasi dan pemusnahan partikel. Secara alamiah partikel bisa tercipta dan musnah.
Isra’ miraj dan dua contoh di depan mestinya dapat memicu ilmuwan muslim dan melakukan reorientasi dalam aktivitas ilmiahnya. Mereka perlu kembali mempertemukan ayat-ayat kitab suci dan ayat-ayat kauniyah. Persoalannya kini, tradisi ilmiah di kalangan umat islam masih lemah. Kita masih kekurangan ilmuwan muslim khususnya bidang eksakta, terlebih lagi yang berreputasi internasional.
http://www.sangpencerah.com/2014/05/pesan-ilmiah-isro-miroj-nabi-muhammad.html
No comments:
Post a Comment