::: EDITORIAL Suara Muhammadiyah No. 23 - 2013 :::
MERINDUKAN BUAH UKHUWAH
Salah satu kata yang sering ditanamkan oleh bibir para pemimpin Islam
ke benak dan ke ingatan umat Islam adalah ukhuwah. Kata ukhuwah sudah
terlalu sering dilontarkan, dibahas,
dikaji dan diterjemahkan dalam satu dua tindakan. Kata ukhuwah menjadi
kata penting dalam kehidupan umat Islam. Usia kata ukhuwah, di Indonesia
sudah tua. Setua kehadiran umat Islam di bumi Nusantara
ini.
Yang jelas dalam sejarah umat Islam modern di Indonesia, kata ukhuwah
makin sering diperbincangkan, diperkatakan. Bahkan dimanipulasi untuk
menang sendiri seperti dalam kasus sidang itsbat beberapa waktu lalu.
Yang jelas, ibarat pohon, kata ukhuwah itu sampai hari ini masih belum
jelas buahnya. Ukhuwah seharusnya berbuah persatuan, tetapi persatuan
umat Islam Indonesia masih menjadi impian. Ukhuwah seharusnya berbuah
kekuatan, baik kekuatan politik, ekonomi, budaya, kekuatan sosial.
Tetapi umat Islam Indonesia hingga detik ini masih belum berhasil
memetik buah ukhuwah bernama kekuatan itu. Umat Islam masih lemah dan
mau saja dilemahkan oleh pihak lain.
Pohon ukhuwah seharusnya
berbuah kesejahteraan dan kemakmuran yang diridlai Allah. Buah ukhuwah
bernama kesejahteraan umat, bukan kesejahteraan pentolan partai dan
menteri, nyaris tidak pernah dinikmati oleh umat Islam. Kemakmuran
demikian juga. Umat Islam seolaholah makmur karena di pasar-pasar
tersedia aneka macam barang kebutuhan, barang kebutuhan dasar maupun
kebutuhan untuk bermewah-mewah. Siapakah pengendali barang dagangan itu,
siapakah pengendali harga barang dagangan itu? Bukan umat Islam. Umat
Islam selalu jatuh posisinya hanya sekadar menjadi konsumen, itu saja
daya belinya sering tidak mencukupi. Umat Islam pun disuguhi dengan
berdirinya bank-bank megah, berdirinya hotel-hotel mewah, perumahan
super mewah, mobil mewah, restoran dan kehidupan duniawi yang penuh
gelimang harta. Siapakah yang lebih banyak menikmati? Bukan umat Islam.
Sementara ormas Islam, dan banyak lembaga atau tokoh yang
mengatasnamakan Islam makin hari makin seru dan makin bersemangat
mengibarkibarkan kata ukhuwah. Dan buah ukhuwah pun makin jauh dari
pandangan. Jangankan buah ukhuwah, bunga ukhuwah, daun ukhuwah, batang
ukhuwah dan akar ukhuwah pun jangan-jangan memang tidak ada. Artinya,
pohon ukhuwah itu memang tidak pernah ada. Yang ada hanya kata ukhuwah
yang kosong tindakan dan hampa makna. Benih ukhuwah yang sejati,
jangan-jangan memang tidak pernah ditanam di masyarakat Islam dan di
lahan umat Islam. Yang selama ini terjadi jangan-jangan hanya politisasi
dan komersialisasi kata ukhuwah untuk kepentingan individu sang
pemimpin atau hanya untuk kepentingan kelompok sempit. Oleh karena itu
sepertinya wajar kalau saat ini umat Islam Indonesia yang mayoritas di
negeri ini nasibnya selain hanya menjadi tukang dorong mobil mogok,
predikat mayoritas ini nyaris tidak membawa nilai positif apa pun bagi
bangsa Indonesia juga bagi umat Islam sendiri. Benarkah, selama
iniukhuwah antarumat Islam yang terjadi adalah ukhuwah semu belaka?
Apakah ada jalan lain untuk saling menenggang kepentingan pribadi untuk
kepentingan yang lebih besar?• (Bahan dan tulisan: isma)
http://www.suara-muhammadiyah.com/2013/101-sm-no-23-2013.html
No comments:
Post a Comment