GURU MIM BANARAN SAMBUNGMACAN

GURU MIM BANARAN SAMBUNGMACAN

siswa

siswa

.

Q.S. Ali Imran : 104

"DAN HENDAKLAH ADA DI ANTARA KAMU SEGOLONGAN UMAT YANG MENYERU KEPADA KEBAJIKAN, MENYURUH KEPADA YANG MA’RUF DAN MENCEGAH DARI YANG MUNKAR; MEREKALAH ORANG-ORANG YANG BERUNTUNG.” (Q.S. ALI IMRAN [3]: 104)

KH. AHMAD DAHLAN

"HIDUP-HIDUPILAH MUHAMMADIYAH DAN JANGAN MENCARI HIDUP DI MUHAMMADIYAH"

KETIKA IDUL FITRI HARI JUM’AT



KETIKA IDUL FITRI HARI JUM’AT
Ust. Ahmad Mudzoffar, MA

Ketika hari raya, baik idul fitri maupun idul adha, terjadi pada hari Jum’at, maka berarti dua hari raya telah berhimpun dan berkumpul pada satu hari, yakni hari raya tahunan dan hari raya pekanan. Nah ketika itu terjadi, seperti pada idul fitri sebentar lagi yang diprediksi kuat sekali insyaallah akan terjadi serempak pada hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015, lalu apa yang harus atau boleh kita lakukan? Apakah disamping shalat Id, kitapun tetap wajib menghadiri shalat Jum’at pula? Ataukah shalat Jum’at hanya wajib bagi yang tidak ikut shalat Id paginya ? Dan bagi yang telah menghadiri shalat Id, apakah ia tetap wajib mengerjakan shalat dzuhur, ataukah kewajiban dzuhurpun sekaligus ikut gugur? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, mari kita cermati beberapa riwayat berikut ini:

1. Sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra. bertanya kepada sahabat Zaid bin Arqam: Apakah Engkau pernah bersama Rasulullah SAW menyaksikan terjadinya dua hari raya dalam satu hari? Jawab Zaid: Ya, pernah. Lalu apa yang Beliau lakukan?, tanya Mu’awiyah lagi. Zaid menjelaskan bahwa, Beliau (Rasulullah SAW) mengerjakan shalat Id, lalu  memberikan rukhshah (keringanan) dalam hal shalat Jum’at, seraya bersabda: “Siapa yang ingin tetap shalat Jum’at, maka silakan ikut hadir” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan Al-Hakim).

2. Hadits Abu Hurairah ra: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya (yakni Idul Fitri dan hari Jum’at). Siapa yang ingin, maka (shalat Id-nya) telah cukup baginya sebagai pengganti shalat Jum’at. Namun kami akan tetap mengadakannya” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan lain-lain).

3. Hadits Ibnu Umar ra, dimana beliau berkata: Pernah terjadi bertemunya dua hari raya  (hari raya Idul Fitri dan hari raya Jum’at) pada masa Rasulullah SAW. Maka Beliaupun mengadakan shalat Id bersama kaum muslimin, lalu bersabda: “Siapa yang ingin tetap ikut shalat Jum’at, maka silakan hadir, dan siapa yang memilih tidak ikut, juga tidak mengapa” (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

4. Hadits Ibnu Abbas ra. riwayat Ibnu Majah, dengan makna dan teks yang hampir sama dengan hadits Ibnu Umar diatas.

5. Dari ‘Atha’ bin Abi Rabah, beliau berkata: Ibnu Az-Zubair ra. pernah shalat Id bersama kami pada hari Jum’at, di pagi hari. Lalu kami pergi lagi untuk shalat Jum’at, namun beliau (Ibnu Az-Zubair yang menjadi khalifah saat itu) justru tidak keluar ke masjid. Sehingga kamipun shalat sendiri (maksudnya shalat berjamaah Jum’at tanpa kehadiran sang khalifah). Saat itu Ibnu Abbas ra. sedang berada di Thaif. Dan begitu tiba, kamipun menceritakan kepada beliau (tentang apa yang dilakukan khalifah Ibnu Az-Zubair ra), lalu beliau berkomentar: Dia (Ibnu Az-Zubair) telah sesuai dengan sunnah. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah). Di akhir teks riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan: Ibnu Az-Zubair berkata: Aku melihat Umar bin Al-Khaththab, ketika bertemu dua hari raya pada satu hari, beliau melakukan seperti yang aku lakukan.

6. Terdapat beberapa riwayat lain dari praktik khalifah Utsman bin ‘Affan ra. (HR. Al-Bukhari dan Malik dalam Al-Muwaththa’), dari praktik khalifah Ali bin Abi Thalib ra. (HR. Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah), dan lain-lain, dengan isi dan kandungan makna yang secara umum sama dengan riwayat-riwayat hadits diatas.

Maka dari riwayat-riwayat hadits marfu’ dan mauquf diatas, bisa ditarik beberapa kesimpulan hukum dan sikap sebagai berikut:

1. Siapa yang telah shalat Id, maka dirukhshahkan (diringankan) baginya untuk tidak menghadiri shalat Jum’at, namun ia tetap wajib shalat dzuhur di waktunya seperti hari-hari biasa. Akan tetapi lebih baik dan lebih afdhal apabila ia memilih untuk tetap menghadiri shalat Jum’at bersama kaum muslimin lain yang mengerjakannya.

2. Adapun bagi kaum laki-laki yang, karena satu dan lain hal, tidak ikut shalat Id, maka rukhshah (keringanan) soal shalat Jum’at tidak berlaku baginya. Sehingga ia tetap wajib shalat Jum’at seperti pada hari-hari Jum’at yang lain. Kecuali ketika ternyata tidak diadakan shalat Jum’at di masjid yang memungkinkan baginya untuk melakukannya. Maka dalam kondisi ini, ia cukup shalat dzuhur pada waktunya seperti biasa.

3. Wajib bagi penanggung jawab, pengurus, takmir atau imam tetap masjid jami’ (masjid yang biasa mengadakan shalat jum’at) untuk tetap menyelenggarakan shalat jum’at, agar kaum muslim yang ingin, bisa mengikutinya. Demikian pula bagi seorang khatib yang telah terikat janji untuk berkhutbah sesuai jadwal, tentu tetap wajib memenuhi janji khutbahnya, meskipun ia telah ikut shalat Id pada pagi harinya. Kecuali bila memang telah ada khatib pengganti yang disepakati.

4. Sebagian ulama menyebutkan bahwa, tidak disyariatkan adanya kumandang adzan di waktu dzuhur, pada hari itu, kecuali adzan untuk shalat jamaah Jum'at di masjid-masjid yang menyelenggarakannya saja. Jadi intinya tidak ada seruan adzan, pada hari itu, untuk shalat dzuhur.

5. Pendapat yang mengatakan bahwa, bagi yang telah shalat Id, maka gugur pulalah baginya shalat Jum’at dan shalat dzuhur sekaligus, adalah pendapat yang marjuh (tidak kuat), karena bersandar kepada dasar yang sangat lemah. Oleh karenanya, para ulama sepanjang sejarah  mengabaikan pendapat tersebut dan tidak menghiraukannya.


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawwal 1436. Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga kita semua termasuk yang tercatat dalam daftar para pemenang dan juara dengan piala taqwa yg istimewa.

No comments:

Post a Comment