Pengalaman nyata pilot Ahmad Faruq....
.
semalem nonton kompas tv ada interview dengan Capt Pilot ACHMAD FARUQ, saya sangat terkesan dengan sisi spiritualitas yg beliau ceritakan yg dimuat di buku 9 Pilot Mencari Tuhan dan iseng googling siapa beliau, nemu tulisan salah satu pengalaman beliau ini...
Saya juga pernah merasakan saat-saat maut seakan sudah sedemikian dekat, ketika itu tengah bertugas bersama seorang rekan menerbangkan pesawat berbadan lebar, yaitu Airbus A-330 yang memiliki kapasitas 300 penumpang, menuju Hongkong. Pesawat ini merupakan pesawat canggih seharga kurang lebih 1,2 triliun rupiah, dilengkapi dengan tiga buah sistem komputer navigasi yang berfungi untuk cross-check informasi agar menghasilkan data dan angka yang akurat.
Saya masih ingat, peristiwa itu terjadi pada bulan Juni 1997, hampir pukul 11 pagi, pesawat raksasa tersebut mengangkasa. Ahli cuaca meramalkan akan terjadi Taifun Edward, sejenis angin topan beliung raksasa yang besar, lebih kurang 20 menit setelah pesawat tiba di Hongkong. Setelah memasuki wilayah Point of No return (PNR) pesawat memiliki altenatif memilih, yaitu pindah tujuan ke Manila atau melanjutkan perjalanan, sesuai dengan rencana menuju Hongkong. Karena airport tidak ditutup, maka keputusan yang kami ambil adalah meneruskan perjalanan menuju Hongkong. Ketika kami sedang turun/desend menuju holding point, ada Wx-info update yang menyatakan perubahan cuaca yang memburuk dengan cepat karena ujung depan taifun sudah mendekati Airport. Saat itu pesawat Cathay Pasific di depan kita yang sedang Approach (pendekatan mendarat) dapat landing dengan selamat. Karena clearence atau izin telah diberikan oleh airport Hongkong untuk melakukan approach. Maka ketika memasuki ketinggian 4500 feet untuk melakukan descent (menurunkan ketinggian) dengan IGS approach pesawat justru memasuki CB/cumulunimbus yang sangat keras goncangannya hingga bergetar seluruh isi pesawat. Supervisor kabin crew memberitahukan bahwa penumpang dalam keadaan ketakutan dan panik karena badan pesawat terguncang hebat oleh badai.
Pesawat mencoba terus approach dan leaving 4500 (meninggalkan ketinggian dan turun dari 4500 feet). Radar berwarna ambar kemerahan, menandakan adanya badai hebat di depan pesawat. Pada ketinggian antara 3000-1500 feet itulah kaca depan cockpit merah bagai membara karena bergesekan dengan awan yang bermuatan gelombang elektromagnetik. Pesawat dihempas-hempas dengan keras. Pada saat approach mendekati minimum decission altitude, kurang lebih 675 feet, saat itulah keputusan harus dibuat; over shoot (naik kembali) atau landing. Sementara itu, pandangan seluruhnya terhalang oleh awan gelap, sehingga tidak terlihat apapun. Keputusan untuk landing masih dalam proses hingga kami dapat melihat dengan jelas tepat diatas DH/decition height. Ketegangan dalam cockpit terjadi. Apabila salah dalam mengambil keputusan, maka pesawat akan menabrak gunung yang ada di depan atau menghantam gedung-gedung bertingkat di sebelah kanannya.
Saat itu keadaan sangat mencekam, saya merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali pasrah dan mengharap pertolongan dari Allah. Saat itu saya menundukkan hati dan berdoa; sepenuhnya menyerahkan hidup pada Allah. Saya berbisik, ”Laa hawlaa walaa quwwata illaa billah” (tiada kekuatan kecuali milik Allah). Tiba-tiba ada cahaya di atas saya yang sangat tajam menembus awan yang pekat hingga threshold runway. Maka saya langsung berteriak, ”runway insight!” (landasan pacu terlihat). Rekan saya menjawab, ”negative!” (tidak terlihat). Saya kembali mengulangi, ”runway insight!”, rekan saya kembali menanggapi, ”negative”. Akhirnya rekan saya mengikuti petunjuk yang saya berikan. ”fly right!”(ke kanan), ”fly down” (ke bawah). Kemudian saya berkata lagi, ”on the glide” yang berarti pesawat masuk dalam sudut pendaratan. Barulah pada ketinggian 50 feet, rekan saya berkata, "runway insight". Pesawat pun langsung landing. Pada saat itulah taifun edward berputar dan menggulung di ujung depan landasan. Pesawat seberat 170 ton itu berguncang-guncang dan seperti terangkat di landasan. Pada saat yang bersamaan, di seberang landasan, mobil-mobil berterbangan dan tercebur ke laut, dihempas oleh taifun edward yang dahsyat. Allahu Akbar...
Saya sangat bersyukur, Allah memberikan saya kesempatan hidup untuk beribadah dan memberikan petunjuk di saat yang paling kritis. Saya yakin, apa yang terlihat semata-mata adalah petunjuk dari Allah. Saya tidak akan melihat apapun bila Allah tidak berkenan/berkehendak untuk menolong kami. Semata-mata itu bukanlah suatu kebetulan.
Saya yakin, bukan hanya saya yang punya pengalaman seperti ini. Setiap manusia pasti juga pernah mengalami kejadian-kejadian luar biasa dalam hidupnya. Namun kebanyakan manusia tidak sadar karena terkadang terbelit oleh rutinitas. Padahal segala aktivitas kita sesungguhnya harus dilakukan dengan kesadaran sebagaimana melaksanakan shalat. Terkadang manusia juga suka merasa imannya lemah, padahal bukan imanya yang lemah tetapi penghayatan terhadap apa yang dipraktekkan itulah yang belum teresapi. kadang kita hanya membaca ayat saja, meyakininya tetapi tidak teresapi dan terealisasi dalam kehidupan.
Sebenarnya dalam kehidupan kita, lebih banyak hikmah dari kenormalan yang kita hadapi. Sayangnya tak banyak dari kita yang bisa mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa yang normal tersebut. Banyak orang yang merasa kenikmatan yang diberikan Allah itu biasa-biasa saja, karena sudah biasa merasakan kenikmatan tersebut. Seperti halnya kehidupan seorang pilot, kami sudah biasa terbang melintas di langit-Nya tetapi jarang sekali memahami bahwa melintasi langit-Nya adalah karunia, sekaligus keajaiban dari-Nya yang tak diberikan pada semua orang. Begitu pula dengan kenormalan lainnya, terkadang karena kita sudah terbiasa dengan hal tersebut, maka kita tidak lagi menganggapnya sebagai keajaiban dalam hidup kita. Padahal Allah pasti tidak akan memberikan sesuatu tanpa makna untuk kita. Setelah semua itu terlihat baik dengan mata telanjang maupun dengan mata hati, saya sungguh sangat bersyukur karena Allah telah mendidik dengan ilmu dan goresan peristiwa diri yang penuh dengan hikmah Al-Quran. Dan saya tersadar bahwa ternyata tempat beribadah dalam arti keseluruhan amalan adalah apa yang telah Allah berikan sekarang ini.
Suatu ketika saya di tanya oleh Bapak Ary Ginanjar Agustian "doa dan Amalan apa yang di lakukan"?, saya katakan "tidak tahu persis" mungkin karena saya selalu berusaha menjaga wudlu dan dzikir dalam hati dengan mengikuti setiap denyut nadi serta selalu mohon doa dari Ibunda tercinta.
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah seseorang kecuali dia berusaha merubah dirinya sendiri demi masa depannya. Dan Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Semoga sebagian dari kisah nyata kami ini dapat memberikan manfaat pada seluruh pembaca yang sedang dan selalu ingin membaca dirinya sebagai subsistim dari alam ini yang sekaligus sebagai pemimpin/khalifah di muka bumi ini.
"...saya jadi sering merenung, kami bekerja semaksimal mungkin untuk mengantarkan ratusan orang ke tempat tujuannya dengan selamat, alangkah baiknya jika kedekatan kami dengan Allah pun semakin rapat agar selalu dapat perlindungan/keselamatan serta sekaligus dapat menghilangkan kepenatan..."Wallahu a’lam bishshawab
No comments:
Post a Comment